Kamis, 08 Maret 2012

REPOST - Satu Jam Saja




**

(Ify P.O.V)

Dia. Dia alasanku bertahan sampai sekarang. Dia yang selalu ada untukku. Kapan saja, dimana saja. Mario Stevano Aditya Haling. Nama yang sejak kecil telah membiusku untuk selalu bersamanya.

Dia sahabatku dari TK waktu itu.

-flash back on-

Aku tengah menangis. Lolipopku satu-satunya di rebut paksa oleh Cakka, salah satu murid bandel di TK ku. Lalu tiba-tiba seseorang menepuk bahuku.

“kamu kenapa?” tanyanya.

Aku mendongak, “lolipopku di ambil cakka,” ujarku sambil terisak.

Dia mengacak-acak rambutku pelan, “masa gitu aja nangis sih? Jangan nangis dong!” Dia meringis lalu merogoh sesuatu dari sakunya, “nih, lolipopku. Buat kamu aja, biar kamu gak nangis lagi,”

Mataku langsung berbinar, “hah? Beneran?”

Dia mengangguk.

“Makasih ya….” Aku terhenti. Aku belum tau namanya.

Dia tersenyum dan mengusap air mataku yang menggenang, “nama aku Mario. Panggil Rio aja, ya,. Mulai hari ini kita temen ya?”

Aku mengangguk, “Aku Ify,”

 

-flash back off-


Mulai kejadian itu, dia selalu melindungiku dari Cakka. Dia selalu ada untukku. Masuk SD, Kami sekelas. Dan dia lah satu-satunya temanku saat itu.

Sekitar kelas 2, aku memiliki teman baru. Namanya Shilla. Dia sangat cantik dan punya banyak teman. Aku senang sekali berteman dengannya. Shilla juga dekat dengan Rio. Sampai suatu saat….


-flash back on-

“shilla suka sama Rio nih Fy,” curhat Shilla padaku.

Aku langsung membelalak. “hah? Gak! Gak boleh! Rio Cuma buat Ify! Gak boleh sama Shilla!!” Aku menggebrak meja dan meninggalkan Shilla yang masih melongo tak percaya. Lalu aku menghampiri Rio.

-flash back off-


Saat  itu juga aku menjauhi Shilla. Dan aku tak pernah membiarkan Rio berteman dengan perempuan lain. Aku takut dia pergi dariku dan melupakanku.

Aku memang egois, karena aku tak mau kehilangan dia.


**

Aku takut.. kamu pergi.. kamu hilang.. kamu sakit..
Aku ingin.. kau disini.. disampingku.. selamanya..

**

Kelas 6 SD, aku merasa badanku sering sakit-sakitan. Apalagi aku jadi sering keluar masuk rumah sakit. Mama dan papa tak pernah bercerita apa-apa. Jika ku tanya pun jawaban mereka karena aku terlalu kecapekan saja. Aku pun tak curiga apapun.

Sampai saat aku masuk rumah sakit pada kelas 1 SMP. Aku terkena kanker otak stadium dua. Aku syok. Aku kira kanker otak hanya ada di sinetron-sinetron yang biasanya aku tonton. Tapi ternyata, itu terjadi pada diriku sendiri.

Aku drop dan ambruk. Aku masuk rumah sakit selama seminggu. Dokter menyarankanku untuk istirahat total dan segera melakukan kemo. Tapi aku menolak.

Rio. Dia selalu menemaniku kapan saja. Dia juga tau tenntang penyakitku. Setiap pulang sekolah dia selalu menyempatkan diri untuk menjengukku. Mama menyuruh Rio untuk membujukku agar aku mau ikut kemo. Awalnya aku sangat menolak. Tapi melihat kegigihan Rio untuk terus membujukku membuatku mau tak mau terenyuh dan luluh juga.

Kanker ini memang belum terlalu parah. Tapi aku harus tetap rutin check up dan mengikuti kemo selama 3 bulan dua kali. Rio yang selalu mengantarku tiap kemo. Rio juga yang selalu membuat rasa sakit karena kemo itu hilang gara-gara tingkah lucunya yang selalu membuatku tertawa.

Memang sama sekali tak ada ikatan apa-apa di antara kamu. Tapi aku selalu merasa kami ini terikat. Dia memberikan seluruh perhatiannya padaku. Aku juga tak pernah membiarkannya menghilang sedetikpun dari pandanganku. Dia tampak oke-oke saja.

Dia selalu memberiku semangat. Meski kemo tak menolong apa-apa, dan hanya malah membuat fisikku lemah, Rio tetap memberikanku semua perhatiannya. Menurutku,kemo Cuma menambah rasa sakitku saja. Sejujurnya aku sudah pasrah dengan takdir Tuhan. Tuhan, engkau boleh mengambil nyawaku kapanpun engkau mau, tapi jangan pernah engkau buat Rio tak pernah merelakan kepergianku.

Rio pernah sangat marah padaku, waktu aku kemo di kelas 3 SMP waktu itu…


-flash back on-

“Rio, kalo misalnya kita nanti pisah dan gak akan ketemu lagi, apa Rio mau terus nunggu Ify??”

Rio menyerngit, “yaiyalah Fy! Masa Rio nyari cewek lain, sih? Tapi maksudnya Ify itu apa??”

“Rio, Ify ini kena kanker, umur Ify tinggal menghitung tahun. Sedangkan umur Rio masih panjang. Mungkin Ify pergi duluan…”

Rio menggenggam tanganku, “Jangan ngomong kaya gitu! Aku gak suka kamu ngomong kaya gitu!! Kamu bakal terus hidup! Kalo perlu, aku aja yang mati. Aku rela kok, pokoknya Ify hidup!!” bentak Rio

Aku mulai terisak, “aku bener kan Yo? Aku duluan yang mati, baru kamu. Kita bakal terpisah yo. Dan kamu harus terima kenyataan itu. Mungkin sulit, tapi aku yakin kamu bisa dapet cewek yang bisa bahagiain kamu. Yang gak penyakitan kaya aku,”

“sekali lagi kamu ngomong aneh-aneh kaya gitu, aku gak bakalan lagi mau ngomong sama kamu!! Kalo perlu, biar aku ikut mati aja sekalian!” bentaknya lagi.

Aku tau, ada nada ketakutan dan marah di sela bentakan Rio. Aku merutuki diriku ini, kenapa aku terlahir sebagai gadis penyakitan??

**

Seandainya kau tau.. ku tak ingin kau pergi..
Meninggalkan ku sendiri bersama bayanganmu..
Seandainya kau tau.. aku kan slalu cinta..
Jangan kau lupakan kenangan kita slama ini..

**

6 tahun aku bertahan karena Rio. Dia tetap setia menemaniku, meskipun tau umurku tak lama lagi. Aku hanya homeschooling di rumah sakit. Karena kondisiku yang semakin memburuk dan tidak memungkinkan ku untuk masuk ke SMA biasa.

Hari ini hari kelulusan SMA. Rio langsung menemuiku sambil berteriak senang, “Aku lulus Fy!! Aku lulus!!”

Aku hanya tersenyum dan merasa ikut senang atas kelulusan Rio, “selamat ya Yo, aku ikut seneng kalo kamu juga seneng,”

“pokoknya kamu harus ikut ngerayain kelulusan aku ini, Fy,”

Aku memandang Rio dengan tatapan kamu-ga-liat-aku-sakit??

Rio yang mengerti arti ucapanku langsung tersenyum, “aku udah minta izin sama tante kok, sama dokter kamu juga, yang penting gak jauh dari sini. Ntar malem aku kesini, ya. Kamu siap-siap aja,”

Aku mengangguk, “yaudah deh, kamu mau pulang??”

“iya, mau nyiapin sesuatu. Aku balik dulu ya,” tangan Rio bergerak mengacak-acak rambutku yang sudha setipis kertas itu.

“iya deh, nanti jam berapa??”

“jam 7 aku udah sampe sini, oke!!”

Aku mengangguk lagi. Rio melambaikan tangan lalu mengucap bye tanpa suara. Lalu menghilang dari ruanganku.

**

Jangan berakhir aku tak ingin berakhir..
Satu jam saja ku ingin diam berdua..
Mengenang yang pernah ada..
Jangan perakhir karena esok takkan lagi..
Satu jam saja hingga kurasa bahagia mengakhiri segalanya..

**

Rio menjemputku jam 7 tepat. Ia mengenakan kemeja warna putih, celana jeans warna hitam dan sneakers putih andalannya. Aku sangat terpesona melihatnya. Dia tampak  makin manis dan keren.

Tapi kepalaku pusing. Aku mencoba menahan pusing itu.

Rio menggenggam tanganku, membantuku berjalan hingga keluar kamar. Kebetulan kamarku di lantai satu, dan tak jauh dari pintu keluar.

Pusing di kepala ku masih belum mau hilang. Malah makin menjadi. Aku mempererat genggaman tanganku, karena tubuhku yang semakin lama seperti melayang-layang.

Sejujurnya, setelah Rio pulang tadi, aku mulai mengalami pusing yang hebat. Bahkan membuat darah dari hidungku ikur mengalir. Tiba-tiba saja aku ingin menulis. Dan aku membawa secarik kertas nya sekarang. Ku masukkan kedalam kantong sweeterku.

Aku di ajak Rio ke taman rumah sakit. Lilin-lilin menyinari kami di sepanjang perjalanan. Aku masih melihat itu semua meski pandanganku memburam.

Rio memapahku duduk di rerumputan. Aku duduk disana sambil mencoba menyeimbangkan tubuhku yang sangat pusing, rasanya semua berputar.

“Fy, aku mau ngomong deh,” kata Rio dengan wajah paling manis yang pernah ku lihat.

“ngomong aja, Riooo,” tanya ku menahan sakit.

Rio mengeluarkan sebuah kalung dari sakunya, “Fy, Rio boleh jujur, kan? Ini jujur, Fy. Rio udah suka sama Ify dari TK.  Tapi Rio takut, Rio takut nyatain ini. Rio takut setelah Rio nyatain ini, Ify marah sama Rio, persahabatan kita jadi hancur. Tapi Rio yakin, Ify udah cukup dewasa buat ngerti perasaannya Rio,” Rio menghela nafas lalu memakaikan kalung berbentuk love yang tengah-tengahnya bertuliskan RIFY

“Rio mau, Ify selalu dan tetap jadi Putri-nya Rio. Dan Rio mau, kalo di hati Ify Cuma ada Rio. Dan kaya gitupun sebaliknya. Fy, mau gak jadi cewek pertama sekaligus terakhirnya Rio??”

Aku tersenyum. Agak kaget. Tapi apa daya, pusingku makin menjadi-jadi. Aku mulai merasa hidungku panas, seperti siang tadi. Sebelum akhirnya mengeluarkan darah. “Sebenernya, Ify juga punya perasaan yang sama kaya Rio. Sejak kejadian di TK duulu. Sejak saat itu, Ify gak pernah mau ngelepasin Rio sedetikpun. Rio tau kan, Ify punya penyakit?? Apa Rio gak malu??”

“Rio merengkuhku dalam pelukannya, “kenapa harus malu? Rio suka sama Ify bukan karena kelebihan, kekurangan atau yang lainnya lah! Cinta Rio ke Ify itu tulus, apa adanya. Bukan ada apanya,” tutur Rio lembut.

Aku merasa cairan merah di hidungku tak dapat ku tahan lagi. Dan aku langsung menunduk dalam-dalam.

“Fy, mau gak jadi cewek terakhir dan pertamanya Rio?”

Keadaan hening. Selama 10 menit…

Lalu aku menggeleng, “mungkin cewek pertamanya Rio itu Ify, tapi untuk cewek terakhir, Ify gak bisa Yo. Maaf ya,” aku mulai merasakan badanku dingin. Menggigil.

Rio agak tersentak, “kok gitu? Ify gak mau sama Rio ya? Udah bosen??”

Aku mencoba mengatur nafasku yang agak tersengal-sengal, karena pusing dan darah itu sangat membuatku terganggu dan kesulitan bernafas, “buk…an git..u y..o…”

Rio yang mulai menyadari gelagat aneh dalam diriku langsung mendudukkanku, lalu ia terpekik, “Astaga Ify!! Kamu mimisan? Kenapa gak bilang? Pusing ya?? Ayo aku antar balik ke kamar!!”

Tanpa fikir panjang, Rio membopongku sampai ke kamar. Aku hanya bisa merasakan nafas Rio yang tersengal-sengal sekaligus bisingnya orang-orang disekitarku.

Lalu semuanya gelap. Aku tak dapat merasakan apa-apa. Hanya satu yang aku rasakan, sebutir air mataku menetes bebarengan dengan bunyi mesin pemacu jantung yang berdengung dengan bunyi tiiiiiiiiiittt yang panjang.


**

Ku doakan dirimu selalu disana..
Semoga kau selalu merasa bahagia..
Ku rindukan selalu dirimu..
Dalam suka, dalam duka..
Kau slalu dihatiku..

**

(Author P.O.V)

Ify menangis dalam koma yang tergolong sangat singkat. Hanya 20 menit. Kedua orangtua Ify menangis, apalagi ketika dia menemukan sepucuk surat yang di tunjukkan untuk mereka berdua dan Rio. Tak lama setelah itu, Ify meninggal. Nyawanya tak tertolong lagi.

“ini semua salah aku,” lirih Rio sambil menahan tangisnya.

Mama Ify memeluk Rio, “ini bukan salah Rio, ini udah takdir dari Tuhan,”  tuturnya mencoba kuat.

“tante… Rio minta maaf. Gak bisa jagain Ify bener-bener. Ify… ify meninggal gara-gara Rio, tante.. Rio.. Rio penyebab meninggalnya Ify. Ify gak akan meninggal kalo Rio gak ngajak Ify keluar. Tante, maafin Rio…” Rio menangis tersedu-sedu di dekapan mama Ify.

Mama ify mau tak mau juga ikut menangis, “udah Rio, ini bukan salahnya Rio. Rio jangan merasa seolah-olah ini semua salahnya Rio. Semuanya udah di atur Tuhan, Yo. Jangan nyalahin diri Rio,”

Deru haru membaur menjadi satu. Menciptakan elegi yang begitu menyesakkan. Melihat seseorang yang sangat kita cintai pergi meninggalkan kita kerena keadaan.

Rio masih menggenggam kertas yang di temukan mama ify di saku sweeter Ify. Hari ini hari pemakaman Ify. Rio berusaha menahan tangisnya karena ia tak mau karena tangisnya ia semakin tak bisa merelakan Ify. Jasad Ify telah di kebumikan 10 menit yang lalu. Hanya terdengar lantunan doa-doa dari saudara-saudara terdekat Ify. Teman-teman TK sampai SMP Ify. Juga beberapa sanak saudara Rio yang sudah akrab dengan Ify.

“baca surat Ify ya Yo,” ujar mama ify sebelum pergi dari area pemakaman.

Rio memandangi kertas yang sedari tadi ia genggam, lalu ia mengangguk. Tinggal lah dia sendiri di sana, di sebelah makam Ify. Ia terduduk lalu membuka kertas itu perlahan.


Dear Rio..
Hei Yo, mungkin saat kamu baca surat ini aku udah gak ada lagi disini. Aku udah pergi. Jauuuuh banget. Yang pastinya gak bakalan bisa kamu capai, walopun pake jet sekalipun, hehe.

Rio, kita udah temenan belasan tahun kan? Ya, kamu pasti tau itu. Kita bareng-bareng dari TK. Sampe segede ini. Maaf ya sebelumnya, kalo aku lancang udah cinta sama kamu.

Aku gak pernah kasih tau kamu soal ini. Aku takut, karena sepatah kata ‘CINTA’ bisa berdampak buruk buat persahabatan yang udah kita bangun selama belasan tahun ini. Walaupun aku juga tau, kamu punya perasaan yang sama kaya aku.

Aku sebenernya gak bisa nyembunyiin perasaanku. Tapi aku juga gak mau bilang ke kamu, kalau akhirnya kamu menolak aku karena aku cewek penyakitan.

Aku kena kanker. Kamu tau itu kan? Kamu yang selalu menemaniku saat senang maupun sedih. Yang selalu minjemin bahu kamu kalo aku lagi ada masalah. Kamu yang selalu ngebuat aku tertawa karena lelucon jayusmu itu :p

Aku sangat menikmati kebersamaan yang kita lewati itu. Dan tanpa terasa, semuanya  tak akan pernah lagi bisa kita rasakan. Mungkin malam ini terakhir, karena aku punya firasat kaya gitu sih.

Aku Cuma mau bilang. Aku cinta kamu. Aku sayang kamu, Rio. Aku pengen kamu nyari pengganti aku. Yang lebih ‘sehat’ daripada aku. Yang lebih cantik, pinter dan sebagainya lah! Yang penting, bisa bahagiain kamu.

Aku udah ikhlas kok, SUMPAH! Soalnya aku sadar diri, kalo aku gak bisa ngebahagiain kamu. Umurku pendek. Carilah cewek yang berumur panjang dan bisa bahagiain kamu. Kaya Shilla. Aku yakin, sampe sekarang dia masih suka sama kamu, ya kan? Hayoooo…. Coba deh deketin dia. Coba sayang sama dia.

Aku gak akan lupain kamu, Yo. Jaga diri baik-baik, ya. Aku minta tolong satu hal boleh gak? Jagain mama-papaku. Anggap mereka sebagai temen kamu sendiri. Karena mereka pasti sangat kehilangan aku nantinya.

I love you, Mario.
-Ify-


Rio yakin saat menulis ini, ify sedang mimisan. Tulisannya sedikit tak bisa di baca karena tertutup darah Ify. Rio menitihkan air mata, sedikit demi sedikit.

“Makasih Fy, makasih buat satu jam terindah kemaren. Aku.. aku gak akan pernah lupain kamu..” lirih Rio yang lalu beranjak darisana.

**



Tidak ada komentar:

Posting Komentar