SEPULUH
***
HARI ini Ify dijemput Shilla, karena dia memaksa Ify harus bersamanya dari pagi sampai pulang sekolah. Rasa penasaran Shilla sudah tidak bisa dibendung. Ia ingin mendengar laporan dari “detektif swasta”-nya mengenai info yang didapat, sedetail-detailnya. Makanya Ify disandera. Shilla sudah hafal kebiasaan Ify yang suka kabur kalau sedang tidak mood cerita.
“Aduuuuhh.. gini nih kalo dijemput Shilla, lama bangetttttt. Mana aku piket lagi. Bisa disemprot sama si kutu buku nih!” Ify bergidik membayangkan Bastian, ketua kelasnya yang aneh abis. Kerjaannya ngomel, dandanannya kuno, giginya pake kawat, pokoknya hopeless banget deh. Satu-satunya kebanggaan hidupnya ya cuma jadi ketua kelas. Kebayang, kan, gimana tingkahnya saking merasa berkuasa? Dan Ify kebagian sial dapat jatah piket berdua dia. Kutukan.
“Makanya, Fy, lo pinjemin deh si Kuning sama gue. Pasti Tuhan membalas perbuatan baik lo. Tring! Shilla jadi cepet dateng, gimana?” Cakka berusaha merayu Ify yang demi balas dendam karena kemaren terpaksa berjalan kaki, menyembunyikan kunci mobil kesayangannya. Tujuannya ya cuma satu, supaya Cakka nggak bisa pinjem.
“Nggak!!! Lo jangan coba-coba ngerayu gue, ya. Gue mendingan disemprot si Bastian daripada bikin cewek bensin lo itu seneng! Wee!” Ify menjulurkan lidah. Dia benar-benar kesal. Oik, pacar Cakka itu memang nggak tahu diri. Apalagi Ify tahu pasti reputasi cewek satu itu, playgirl kelas teri dari sekolah tetangga. Umurnya lebih tua daripada Cakka, dia seangkatan sama Ify. Malah banyak cowok yang ngatain dia “piala bergilir” saking parahnya reputasi yang dia sandang. Ify tahu pasti, Cakka sudah menghabiskan banyak uang buat cewek bensin itu: uang tabungan, uang jajan, malah Cakka sering minta dan minjem uang sama Ify atau mama. Dalam hati Ify sebenarnya nggak terima adiknya diperlakukan seperti itu.
“Ka, gimana kalo lo putusin si Oik itu, trus lo pake jasa mak comblang gue? Gue jamin gue cariin yang oke! GRATIS. Daripada gue sering-sering ngerelain mobil gue didudukin sama dia.”
Cakka tampak tersinggung dengan perkataan Ify, pasalnya dia serius suka sama pacarnya itu. Selain itu dia merasa bangga karena bisa jadian sama Oik, si kakak kelas yang cantik itu. Biarpun dia harus mati-matian menguras kantongnya untuk permintaan-permintaan Oik.
“Kok lo gitu sih, Fy? Oik emang punya reputasi jelek, tapi dia lagi berusaha berubah kok,” ucap Cakka sambil berpamitan pada mama, yang hanya bisa angkat bahu. Mama juga sebal setengah mati sama cewek satu itu. Cakka-nya aja yang cinta buta sampe nggak sadar.
Tak lama kemudian terdengar suara klakson mobil Shilla memanggil Ify. Dengan gerakan secepat Speedy Gonzales, Ify mencium tangan mama dan melesat keluar. Dia malas banget kalau harus diomeli Bastian yang selalu gerimis waktu bicara. Belum lagi pidato panjangnya. Disambarnya sepotong roti goreng di piring. Lalu dengan gerakan lanjutan yang superlincah, Ify membuka pintu BMW Shilla.
“Tancap, Shill!” katanya begitu duduk dan memasang sabuk pengaman.
“Buru-buru amat sih?”
“Heh, gue bisa batalin orderan lo kalo sampe hari ini gue diujanin si Bastian. Gue baru cuci rambut!” ancam Ify. Demi mendengar nama Bastian, Shilla langsung tancap gas. Dia juga pernah sekelompok sama Bastian. Gerimisnya? Aihhhh... perlu payung buat nangkal deh.
“Gimana, Fy?” tanya Shilla ragu-ragu sambil terus menginjak gas.
“Lo jangan agresif, ya? Pokoknya hari ini lo sok tenang aja, berlagak nggak sengaja kalo misalnya gue ajak lo gabung ngobrol. Dan, jangan norak! Apalagi kecentilan. Tunggu kode dari gue.”
“Bener,ya? Kodenya jangan aneh-aneh, ntar gue nggak ngerti, lagi. Lo tau sendiri gue bego dalam urusan kode dan persandian. Masa lo lupa, waktu SD ujian pramuka gue yang lulus cuma ujian nyanyi sama masak doang.” Shilla jadi cemas.
“Nggak lah, emangnya lagi perang apa, pake sandi rumput? Pokoknya lo ngerti deh.”
“Eh, by the way, Fy, kita nggak jemput Alvin?”
“Dia udah duluan, tadi gue telepon. Katanya dia mau nyontek PR Bastian. Kan Bastian pasti dateng pagi. Gue heran, emang tulisan di kertas Bastian masih kebaca, ya? Kan udah keujanan? Hihii.” Ify cekikikan sendiri. Alvin memang selalu datang pagi buta kalau ada PR yang belum selesai, apalagi yang dia anggap susah. Dia rela naik metromini pagi-pagi demi cepat sampai sekolah.
Gerbang sekolah tampak mulai ramai. Ify berlari turun sebelum Shilla selesai parkir. Menunggu Shilla parkir sama saja menarik bibir monyong si Bastian buat nyemprot gratis. Lama banget sih! Shilla memang punya masalah serius soal markirin mobil. Sampai-sampai sering kali Shilla yang nyetir, Ify yang markirin. Aneh banget, kan?
Dikelas, Bastian sudah merengut sambil menatap jam digital di tangannya. Dalam otaknya sudah memikirkan hukuman dan sederet pidato panjang jika Ify datang terlambat, lima menit saja. Raut wajahnya langsung berubah begitu melihat Ify muncul. Antara lega dan kecewa karena pidatonya tidak bisa disampaikan.
“Hhebuat khamu. Akhirnya dhattang jugha,” katanya, menghujani benda-benda di depannya. Ify cuma bisa meringis geli. Jijik banget sih ini orang.
“Iya dong, sedia payung sebelum hujan. Apa tugas gue?”
“Tholong yah, tapplakhnya diganthi...”
Taplak meja Bu Winda memang sudah mulai kucel. Ify merogoh bungkusan dalam tasnya. Dia memang sudah berencana mengganti taplak itu. Ditatanya meja Bu Winda dengan rapi. Vas bunga kesayangan Bu Winda juga tak luput dari perhatian. Kali aja Bu Winda jadi rada baik kalau melihat taplak barunya.
“Gileeeee... berhasil nih, ngerayu si Bastian sampe dipenjemin PR,” Ify menjawil Alvin yang menyalin PR Bastian dengan serius. Bibirnya maju-mundur, entah serius atau nggak ngerti isi PR-nya. Hehe.
“Perjuangan nih, gue musti dengerin pidato rencana program-program doi kalo kepilih jadi ketua kelas lagi. Males banget, kan? Kayak presiden aja, pake kampanye.”
Ify duduk di bangkunya dengan antusias. “Emang apaan programnya?”
“Salah satunya, jam piket dimajuin sejam. Supaya kelas bener-bener bersih dari sampah dan bakteri.”
“Ya dia bakterinya. Tuh yang muncrat-muncrat. Berarti dia harus memusnahkan diri sendiri, hihihi.” Ify cekikikan geli. Bisa-bisanya orang seancur Bastian terpilih jadi ketua kelas. Mungkin waktu itu anak-anak sekelas lagi rabun ayam, jadi Bastian sama Keke yang pintar dan rajin itu kelihatan mirip.
“Ify.” Bahu Ify ditepuk dari belakang. Ternyata Rio baru datang. Kacamatanya dengan setia bertengger di hidung “bangir”nya, tercium samar-samar wangi parfum Kenzo yang macho, sampai Ify sempat terbengong-bengong.
“Hey you, duduk, duduk. Tuh di bangku depan gue aja. Yang punya tempat pasti telat kok.”
Rio menarik bangku di depan Ify dan memutarnya hingga mereka duduk berhadapan.Wangi parfum Rio semakin membius hidung. Alvin malah sampe merem-melek kayak lagi joget dangdut di kawinan.
“Yo, kenalin nih secara resmi. Ini Alvin, dia temen sebangku gue yang paling bawelsedunia. Parkit-parkit bisa putus asa trus mengundurkan diri jadi parkit kalo ketemu dia. Kalah ribut. Dan yang paling penting, dia cowok paling memesona dan gaya seantero sekolah. Jadi, kalo ada pikiran menyaingi Alvin dalam soal gaya, lupain aja deh. Hehehe."
Alvin mengulurkan tangannya malu-malu. Biarpun malu diumbar “kekerenannya” sama Ify, tapi hatinya juga bangga. Biar Rio tau, cowok paling oke di sekolah itu ya cuma Alvin.
“Alvin,” katanya sok cool.
“Rio.”
Ify membelalakkan mata ke arah Shilla, memberi kode untuk cepat datang ke bangkunya. Shilla langsung dengan semangat berjalan ke arah Ify. Dibawanya sebuah buku untuk dijadikan alasan.
“Fy, gue liat nomor lima dong,” kata Shilla akting.
Ify menyodorkan bukunya. “Oh iya, Rio, ini Shilla. One of the most wanted girl.”
Rio menjawab tangan Shilla yang tersipu-sipu malu. Terlihat sekilas Rio memerhatikan Shilla. Cowok mana sih yang nggak kagum sama Shilla?
“Hai,” Shilla menjawab malu-malu.
Ify melirik Alvin yang kelihatan panik melihat Shilla pujaan hatinya tersipu-sipu sama cowok lain.
“Yo, fans lo mana?”
“Belum jamnya, lima menit lagi juga dateng. Makanya gue kabur.”
Lama-lama Rio mulai terbiasa dengan Alvin dan Shilla. Kecanggungannya mulai hilang, apalagi Shilla dan Alvin orang yang supel. Tapi paling utama, Ify tidak pernah habis akal mencairkan suasana. Obrolan apa pun jadi seru kalau ada Ify. Mereka berempat jadi asyik tertawa-tawa dan cekikikan. Sesekali Rio mencoba melucu. Dia terlihat menikmati mengobrol bersama teman-teman barunya. Fans-fansnya menatap iri, tapi cuma bisa gigit jari, karena bodyguard Rio, Gabriel dan Ray, menghalangi mereka yang ingin menghampiri Rio di meja Ify. Alasannya, ada rapat penting antar koordinator bendera dan kapten tim. Ih! Memangnya apa hubungannya?
Akhirnya mereka berempat berencana nongkrong di kafe sore itu. Yang pasti semua menyambut gembira. Apalagi Ify. Ini kemajuan besar untuk Shilla. Artinya, kasus bisa cepat selesai, bonus cepat dituai. Hehehe. Sukseeeeeeesssss.
***
Ify bergegas menuju kelas Rizky-Coboy-Junior. Sebelum pulang dia harus membereskan satu kasus dulu, alias kasusnya Zevana si nyentrik. Di depan kelasnya Rizky sedang asyik bersandar sambil memandangi cewek-cewek yang hilir mudik. Sesekali ia mengusap rambut klimisnya yang amit-amit. Ify sempat mau mundur melihat betapa noraknya makhluk satu itu. Bisa-bisa dikira Ify yang ada hati, dia kan ge-er-an banget.
“Rizky!” panggil Ify kencang.
Dengan gaya slow motion Rizky menoleh dan langsung sumringah begitu melihat siapa yang memanggil.
“Halo, Gadissss, ada yang bisa Abang bantu?” katanya sambil mengedipkan sebelah mata.
Iiiiiih! Dan itu bikin beberapa orang yang ada disitu tertawa geli, malah ada yang bergidik ngeri.
“Kenalin, gue Ify.” Dengan ragu-ragu Ify mengulurkan tangan. Zevana harus bayar mahal nih, calonnya benar-benar diluar dugaan noraknya. Rizky membalas uluran Ify dan menjabatnya erat. Terlalu erat dan kelamaan.
“Ohhh... saya tau siapa Anda, Manisssss, tapi ada apa gerangan wanita mungil nan cantik ini datang jauh-jauh ke sini? Apakah panggilan hati?” katanya norak.
Ify jadi merinding. Nggak tahan.
“Aduh, udah deh. Gue kesini bawa pesen.” Ify to the point, malas berlama-lama berhadapan dengan Rizky. Setiap detik semakin norak. Kalau kasus ini gagal, biarin deh. “Lo tinggal jawab aja.”
“Pesan apa itu? Boleh Abang tahu?” katanya sambil terus mengedip-ngedipkan mata bergantian kiri-kanan. Lebih kelihatan kayak orang cacingan daripada merayu.
“Zevana, tau kan, Zevana? Anak kelas sebelah lo itu, dia suka sama lo. Gimana? Dia jatuh cinta-ta. Mau nggak?” cerocos Ify buru-buru.
Sementara itu Zevana mengintip di balik pintu kelas. Dalam hati terheran-heran. Kok tembak langsung gitu? Yang ia dengar Ify biasanya menerapkan strategi-strategi pendekatan dulu. Jarang banget ada kasus yang diselesaikan dalam satu hari. Nggak pernah ada, malah. Minimal seminggu. Hatinya berharap-harap cemas.
Rizky tiba-tiba diam terpaku, bibirnya agak mangap. Persis adegan waktu sinetron habis dan ada tulisan “bersambung”. Freeze. Ify jadi panik, kenapa lagi? Jangan-jangan Rizky syok denger nama Zevana, jangan-jangan orang aneh nggak mau sama orang aneh. Waduh!
“Helloooooooo...???” Ify melambai-lambaikan tangan di depan mata Rizky. Lagi-lagi persis adegan sinetron, dia tersadar dari lamunan.
“Apa?”
Idih! Tapi tak urung Ify mengulang kata-katanya tadi. Sudut matanya menangkap keberadaan Zevana yang masih deg-degan di balik pintu. Rizky malah bengong lagi. Ya ampun! Mau sampai berapa lama nih? Ify menepuk bahu Rizky.
“Woy! Sadar dong. Apa jawabannya? Suka? Nggak suka? Diterima? Ditolak?” cecar Ify.
Rizky menyisir rambutnya yang kelimis dengan jari. “Ternyata dunia ini sempit,” gumamnya sok puitis.
“HAH?” Pengen rasanya Ify menjambak segelintir rambut yang setia menjuntai di dahi Rizky dengan gemas. Dari tadi rasanya mereka nggak nyambung-nyambung. “Apa hubungannya sih?” omel Ify kesal.
Sekarang Rizky memasukkan tangannya ke saku celana sambil bersandar ke tembok. Satukakinya disilangkan. Pokoknya amit-amit. “Yaaaaah, buktinya, ternyata Zeva sang pujaan hati juga punya perasaan yang sama,” katanya sambil menatap ke atas. Ihhhhhh!
“Maksudnya diterima?” desak Ify tak sabar.
“Bilang sama Zevana. I love you, too...”
Tangan Ify nyaris menjitak bibir jontor Rizky. Bilang gitu aja muternya kemana-mana. “Bilang dong dari tadi,” sungutnya.
Rizky malah memetik setangkai bunga lalu menyerahkannya pada Ify. “Ini buat Zeva. Nanti sore ditunggu di taman sekolah.”
Sambil cemberut Ify mengambil bunga itu, lalu buru-buru pergi. Sebelum Rizky bertingkah lebih aneh lagi.
Wajah Zevana yang dari tadi panik kelihatan sumringah melihat Ify datang.
“Nih.” Ify menyodorkan bunga di tangannya.
“Buat gue?” katanya takjub.
“Yaiyalaaaaahhh, buat siapa lagi? Katanya ditunggu di taman sekolah nanti sore. Sukses, ya?”
“Ya ampun, Ifyyyyyyyyy... makasih yaaaaaaa,” katanya sambil menciumi bunga yang sama sekali nggak wangi itu. “Nih,” Zevana menyelipkan amplop yang lumayan tebal ke saku seragam Ify. Semalam akhirnya Ify minta dikasih uang cash aja. Soalnya lagi butuh duit hehehe.
“Makasih. Selamat menempuh hidup baru,” goda Ify.
***
“Peseeeeeen, peseeeeeen, gue yang traktir,” suara cempreng Ify berkoar di salah satu sudut Coffee Bean sore itu. Amplop selipan dari Zevana ternyata isinya banyak juga. Mata Ify nyaris mencelat keluar waktu merobek amplop pink yang diberikan Zevana. Rupanya cewek itu bener-bener kesengsem sama Rizky, sampai dia rela menyerahkan uang tunai enam ratus ribu rupiah untuk jasanya. Ify yakin banget, seratus ribu dari uang itu dimasukkan ke amplop mendadak. Mungkin tadinya Monik cuma ingin membayar lima ratus ribu saja, tapi berhubung Ify tadi siang sukses berat, dia memasukkan dua lembar puluhan ribu, plus ribuan-ribuan, dan uang receh yang bikin amplop pink itu jadi berat.
“Wuihhhhhh, tumben ibu satu ini. Baru dapet arisan ya, Jeng?” sambar Alvin. Matanya sampai juling saking semangatnya membaca menu yang menggantung di neon box di atas bar.
“Bener nih?” Shilla sok-sok nggak yakin, tapi matanya cermat menatap bermacam-macam kue di dalam etalase. “Berarti gue boleh beli cheese-cake?” tanyanya penuh harap.
Rio cuma senyam-senyum. Dia tampak begitu menikmati keakraban ketiga teman barunya itu. Ify yang cuek, Shilla yang feminin, dan Alvin yang hobi tebar pesona. Semuanya berbeda. Tapi mereka selalu terlihat kompak.
“Rio jangan bengong aja! Kesambet setan gembul lho, baru tau. Mau apaan? Mumpung gue lagi rajin beramal.” Ify menyikut lengan Rio.
“Pesenin gue yang sama kayak lo deh. Gue pengen tau, gimana sih selera mak comblang kita ini?” goda Rio sambil berbalik mencari tempat duduk. Tangannya dengan sigap membawakan baki pesanan Shilla.
Shilla tambah terpesona dan sempat terlena, berdiri mematung dengan noraknya. Alvin memanyunkan bibir sampai kadar kemanyunan paling tinggi. Bibirnya jadi persis Pinokio. Bedanya, Pinokio kalau bohong hidungnya tambah panjang. Alvin kalau ngambek bibirnya tambah panjang. Apa sih kerennya Rio dibandingkan dia?
Ify membawa dua gelas besar ice chocolate kesukaannya dan dua potong carrot cake.Sesuai permintaan, dia memesan menu yang sama untuk Rio. Dengan susah payah Ify membawa bakinya ke tempat duduk mereka.
Ia bersungut-sungut, “Gitu ya, Rio, kalo Shilla lo langsung sigap kayak polisi patroli. Giliran gue bawa baki segede papan surfing gini lo cuek aja! Mana ini pesenan lo juga. Mulai berani ya nggak tau diri, haaaaahhh...”
Ify merengut dan terkekeh-kekeh karena tak kuat menahan tawa. Dipukul-pukulnya Rio dengan gaya silat. Rio ikut tertawa-tawa kecil. Dari sudut matanya Ify melihat Shilla tersipu-sipu. Tapi sejurus kemudian kok dia terlihat cemburu, ya?
“Jadi ceritanya si Zevana udah punya lekong neeeeeeeh?” Alvin membuka obrolan gossip sambil sok meniru gaya banci. Vanilla latte-nya diaduk-aduk dengan semangat. Ting-tang-ting-ting bunyi sendok kecil beradu dengan kaca gelas berisiknya minta ampun.
“Iya dong, ekspres! Bayarannya aja enam ratus reboooooo...” Ify kegirangan. “Gue masih bisa belanja nihhhh....”
“Gimana kalo di Bandung?” celetuk Rio.
Ify menatap Rio heran. “Di Bandung apanya?”
‘Apanya? Ya belanjanya,” jawab Rio.
Ify, Alvin, dan Shilla berpandang-pandangan. Kenapa nih anak, nyeletuk kok jauh-jauhamat sampai ke Bandung.
“Woi! Kalian kok jadi kayak flamingo sih? Gue serius. Lo mau nggak ikut gue ke Bandung, Fy? Kakak gue yang kuliah di Amrik, minta dikirimin foto-foto Paris van Java, katanya buat skripsi. Nyokap lo pasti boleh deh. Lo tau sendiri nyokap kita sobatan,” Rio menjelaskan.
Tapi Ify benar-benar bingung. Kenapa Rio yang pendiam dan grogian di sekolah bisa berubah drastis jadi supel dan menyenangkan kalau jauh dari kerumunan orang? Ify melirik ke arah Shilla dan Alvin. Sekarang mereka mulai adu manyun karena merasa tidak masuk dalam daftar yang diajak Rio. Ify jadi nggak enak hati. Istilahnya mereka bertiga ini sudah sepaket. Ngajak satu berarti ngajak semua. Traktir satu traktir semua, jatuh satu ketawa semua. Hehehe.
“Shilla sama Alvin ikut aja sekalian. Biar rame, gimana?”
Ide itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Entah karena melihat Shilla dan Alvin manyun atau karena ia berpikir dengan begitu misinya akan lebih cepat berhasil. Ify sempat kaget waktu ada perasaan senang saat mendengar hanya dia yang diminta Rio ikut saat pertama tadi.
“Kenapa nggak? Gue seneng kalo bisa rame-rame. Kalo gitu kalian bertiga urus aja perizinan ortu, berangkatnya masih minggu depan kok. Gue nggak mau dibilang nyulik anak orang, apalagi yang itu...” Rio menunjuk Ify sambil cengengesan. Ify langsung manyun. Elastisitas bibirnya kayaknya kualitas impor deh. Canggih bangetttttt... bisa monyong sepuluh sentimeter.
“Nginep, nggak?” tanya Shilla.
“Nggak lah. Kita pergi Minggu subuh, balik malem, kalo ada waktu gue pengennya bisa ke Tangkuban Perahu, Garut, tempat-tempat wisata gitu deh, kan seru.” ujar Rio.
“Oooo...” suara Shilla terdengar kecewa.
“Lho, emangnya kenapa? Lo mau nginep? Emangnya lo ada perlu juga di Bandung?”
“Hah? Nggak kok...” Padahal Shilla mau banget nginep. Paling nggak kesempatan dia PDKT kan tambah banyak. Siapa tau aja Rio mau diajak jalan-jalan romantis di Braga berduaan. Biarpun sekarang Braga nggak kayak dulu, tapi kan lumayan. Sepupunya juga pasti dengan senang hati menerima mereka menginap di rumahnya di daerah Dago atas nan dingin dan penuh kafe romantis itu.
“Tapi intinya lo bisa ikut, kan?” Sambil menyeruput ice chocolate, Rio bertanya lagi pada Shilla yang masih sibuk tersipu-sipu. Berlagak malu-malu kucing gitu.
Shilla menatap Ify sekilas dan mengangguk mantap. Ini kesempatan besar. Bagaimanapun caranya dia harus ikut. “Gue pengen banget ikut. Duh, Bandung, gitu lho. Gue kan pengen ngiter-ngiter factory outlet. Cukup, kan, ya waktunya?”
“Huuuuuu, belanja melulu,” ledek Ify.
Rio girang banget dapat tiga orang buat nemenin dia berangkat ke Bandung nanti. Semangat offroad-nya kambuh lagi. Sejak dapat perintah ke Bandung dia sudah berangan-angan pengen menjelajah tempat-tempat yang asyik buat adventure. Garut lah, Tangkuban Perahu lah, Kawah Putih lah.
Akhirnya diputuskan setelah mengambil foto di kawasan Braga, mereka langsung start berpetualang. Ify yang memang punya kegemaran sama sangat antusias menanggapi Rio. Alvin, berhubung cuma ngerti kata “jalan-jalan”, mengiyakan kemana pun itu. Shilla, yang memang dasarnya cuma punya tujuan belanja dan dekat-dekat Rio juga hanya mengangguk-angguk basa-basi.
Akhirnya mereka sampai di rumah Shilla setelah tadi mengantar Alvin terlebih dahulu.
“Gue duluan ye. Thanks a lot lhooo... sering-sering aja lo dapet orderan dari Zevana. Hehe.”
“Dah, Shilla...” Rio dan Ify melambaikan tangan.
Akhirnya tinggal mereka berdua di mobil raksasa Rio.
“Asyik juga lo, Fy, sekali order bisa dapet segitu banyak. Gue mau deh jadi asisten lo,” ujar Rio. Matanya tetap menatap lurus ke depan. Sesekali tangannya memindahkan tuner radio.
“Wah, kayaknya sekarang gue belum butuh tuh. Bisa rugi gue kalo musti bayar asisten. Tapi lo gue pertimbangkan jadi pegawai pertama gue deh, kalo kantor gue udah buka,” ujar Ify sombong.
Rio mengerutkan alis. “Kantor apa?”
“Kantor biro jodoh profesional gue. Kan cita-cita gue punya birjod bertaraf internasional. Kali aja tercipta ras-ras baru manusia dari birjod gue.”
Rio tertawa melihat ekspresi serius Ify yang menerawang, seolah-olah sedang membicarakan soal rudal scud model baru. “Asal jangan lo masukin si Alvin jadi bibit unggul aja...” Rio langsung ngakak begitu ingat tampang Alvin. Dasar sadis.
“Kalo menurut lo, Shilla gimana?” tanya Ify tiba-tiba.
Ada sedikit keterkejutan di wajah Rio mendengar kata-kata Ify. “Ya... Shilla ya gitu. Feminin dan sebagainya, dan sebagainya...” jawabnya berusaha sesantai mungkin. “Emang kenapa, kok jadi nanya Shilla? Bukannya kita lagi ngomongin spesiesnya Alvin?”
“Ya, nanya aja. Kali aja penggabungan Shilla sama Alvin bisa bagus,” jawab Ify asal. Ternyata memang Shilla itu magnet. Nggak ada cowok yang tidak mengakui kecantikannya, paling tidak kefemininannya. Kadang-kadang Ify iri. Anyway, dia jadi punya rencana besar buat Shilla.
“Turun dulu yuk,” ajak Ify begitu mobil berhenti di depan rumahnya. “Gue ada game baru. Upeti dari Cakka waktu dia minjem si Kuning. Lagian, lo bisa bilang sama nyokap gue perjuangan gue nganter puding. Kali aja gue dapet bonus atau penghargaan sabuk emas. Hehe. Yuk.”
Rio menurut. Dimatikannya mesin mobil dan mengunci ganda setir. Dia memang paling suka main di rumah Ify. Rasanya nyaman, bebas, asyik.
“Mama!!! Gadis kecil cantik jelita pulang nih, bawa carrot cake lhooo...”
Mama muncul dari dapur. Bajunya belepotan adonan kue warna-warni. Nggak salah lagi, pasti Mama lagi bereksperimen. “Asyiikkkk... Mama juga lagi laper nih. Mang Uman lewat, tapi tinggal gerobaknya doang, baksonya ludes. Masa makan bakso nggak pake bakso, bukan bakso kan namanya?” Mama nyerocos nggak jelas. “Eh... ada Rio. Masuk, masuk.”
“Iya, Tan. Wah, lagi bikin kue nih?”
Mama mengangguk senang. Senang Rio makin sering mampir ke rumah.
“Yo, mending lo ikut gue ke atas sekarang. Ntar gawat kalo lo sempet dijejelin kue eksperimen, belum terjamin kadar keenakannya.” Ify menarik tangan Rio. Mama cuma senyam-senyum penuh arti. Dasar Ify.
“Nyokap lo asyik, ya?” Rio duduk di atas sofa lipat di depan TV. Sementara Ify menghidupkan PS 2 nya. “Omong-omong Cakka mana?”
“Nggak usah tanya-tanya Cakka deh, sebel gue. Paling dia jalan sama si cewek bensin, pake mobil gue, lagi. Ughhhh... kalo nggak inget malu, pengen gue pitakinkepalanya. Pitakin, pitakin!” ujar Ify geram.
“Kenapa nggak lo kasih tau sih, Fy?”
“Udahhhhh. Cakka nggak mau denger. Dia lagi cinta buta, gue yang merana.” Ify memencet-mencet tombol. Jagoan ceweknya mulai mengeluarkan jurus-jurus ajaib menghantam jagoan jabrik Rio.
“Hei, curang, curang.” Rio panik. “Fy, pengen banget gue naik kereta listrik ke mana kek, atau itu, Fy, gue juga pengen banget terjun payung,” kata Rio tanpa mengalihkan pandangan dari TV.
“Terjun payung? Wah, gue juga pengen. Naik kereta listrik juga pengen. Malah gue bercita-cita lho, jalan-jalan jauh nggak usah bawa mobil, naik bus aja, gitu. Backpacker. Pengen nyoba, kayaknya asyik. Cuma gue nggak ada temen. Gue mau banget, Yo. Yuk, kapan-kapan?” Ify antusias menyambut ajakan Rio.
“Serius nih? Asyik banget tuh, Fy, gue juga nggak dapet temen buat kayak gitu. Lo emang unik, ya? Kayak gue. Pokoknya musti jadi lho, Fy. Gue pengen banget.” Lalu mereka berdua kembali sibuk dengan jagoan-jagoannya di layar. Sejuta rencana seru terlontar sore itu. keduanya seperti menemukan partner yang klop.
***
source: MISS CUPID, Mia Arsjad
lanjut dong
BalasHapus