ENAM
***
PEMANDANGAN di kelas hari ini asli bikin melongo. Meja Rio penuh sesak sama cewek-cewek sekelas dan entah dari mana lagi. Eit, si Agni Heboh juga ada. Busyet, dandanannya menor amat. Belum lagi Febby, model lokal yang baru merintis karier di seputar Jakarta Selatan. Ih, Dea juga ada. Dea salah satu cewek terpopuler di sekolah. Wajahnya imut dengan rambut kriwil ala Rachel Maryam, bibir mungilnya terlihat bergerak-gerak manja. Rio yang berada di tengah-tengah mereka tampak senyam-senyum, berusaha ramah pada semuanya. Gila juga cowok ini, jaim-jaim ternyata tebar pesona. Yang untung Gabriel dan Ray. Mereka dengan pede ikut-ikutan meladeni cewek-cewek itu.
“Gile lu, Yo. Untung banget dong ya, tangan gue patah. Kalo nggak lo mana mau main buat tim kita. Daaaaaaaann... lo nggak bakalan tenar mendadak gini,” ujar Gabriel, merasa berjasa besar atas rezeki berlimpah itu.
“Iiiihhh... Rio lebih keren daripada lo, lagi,” Agni bergenit ria.
“Sialan. Kalo bukan gue yang jadi partner latihannya tiap sore, kakinya pasti belom sembuh, bawel!” Gabriel nggak rela disebut kalah keren.
“Emang kaki lo kenapa sih, Rio?” tanya Dea dengan suara manjanya.
“Ummm... my legs, kaki... kaki... gue terkilir. Dulu. Few months ago,” Rio tergagap-gagap.
“Yo, lo musti membiasakan diri. Masa grogi gitu. Mau gue latih mental?” Ray ngakak melihat Rio gugup. Dilihatnya dahi Rio mulai berkeringat. Keringat dingin. Tapi anak itu masih senyam-senyum.
Ify melangkah melewati kerumunan itu.
“Pagi, Fy,” sapa Rio sambil melambai sekilas dari mejanya.
“Pagi. Sibuk nih. Perlu bolpoin tambahan nggak?” ucap Ify jail sambil berlalu.
Wajah Rio yang berharap diselamatkan Ify langsung berubah memelas.
“Vin, cuma ngeliatin? Nggak ikutan?” goda Ify.
Alvin tampak geram melihat cewek-cewek genit itu. Gila, bisa-bisanya mereka bela-belain berkerumun di kelas ini cuma demi seorang Rio yang biasa-biasa aja. Jelas-jelas Rio nggak sekeren dia. Nggak semodis dia. Pokoknya menurut Alvin, Rio bukan tipe cowok idola. Kenapa sih cewek-cewek jadi menggila cuma gara-gara anak baru itu mendadak lepas kacamata?
“Biarin lah. Cewek-cewek itu nggak penting. Yang penting buat gue sekarang cuma Shilla. Pamor gue turun juga nggak papa. Maklumlah, kalo liat barang baru orang emang suka kalap. Apalagi cewek,” keluhnya sambil menghibur diri sendiri.
“Hehehhe... cinta mati, Vin? Lo yakin banget sih Shilla nggak suka sama Rio? Lo kan liat sendiri, kemaren dia juga ikut melongo sambil ngiler.”
“Yaaahhh... lo kok gitu siihh? Ifyyyyyyyyy... lo my only hope, tau!” rengeknya putus asa.
“Kan waktu itu gue udah bilang nggak janji.” Ify memasukkan tangan ke dalam laci meja, merogoh tempat pensil dan binder yang selalu ia tinggal di sekolah.
“Hah? Apaan nih?” Ditariknya lima amplop dari dalam lacinya.
“Tagihan, kali. Lo banyak utang ya?”
“Enak aja.” Dibukanya amplop-amplop itu satu per satu. Matanya terbelalak kaget.
“Kenapa? Beneran tagihan?”
“Nih, baca semua. Rio udah benar-benar jadi saingan lo tuh!” Ify menyodorkan kertas-kertas itu.
Mata Alvin hampir mencelat keluar membaca kertas-kertas yang disodorkan Ify.
“Gila! Bener-bener gila,” gerutunya dengan nada iri.
Kertas-kertas itu berisi orderan buat Ify. Biasa, orderan buat Miss Cupid. Yang bikin melotot, lima-limanya minta dicomblangin sama... RIO! Gila apa? Sekali datang lima orderan untuk satu orang yang sama.
Alvin mengembalikan semua kertas tersebut pada Ify. “Lo pilih yang mana?” tanya Alvin penasaran.
“Nggak ada!” Ify membaca nama pengirimnya satu per satu. Siti, Cahya, Ourel, Silvia, Salma. Semuanya cewek biasa-biasa aja. Maksudnya, nggak terlalu menonjol. Tapi bukannya jelek. Nggak mungkin memilih, soalnya itu sama aja pilih kasih. Lagian kansnya kecil. Cewek-cewek lain, termasuk cewek-cewek top sekolah pada heboh dan dengan pede usaha sendiri. Mana mungkin Ify terima order dari salah satu pengirim surat? Salah-salah jadi kerja rodi. Lagian, siapa tahu Rio suka sama salah satu cewek cantik nan modis itu. Lima cewek ini? Buktinya mereka sendiri aja nggak pede ikut nimbrung. Mustahil. Dia nggak bisa menerima satu pun. Dia nggak boleh pilih kasih. Apalagi dia nggak tahu pasti surat siapa yang datang duluan. Yang jelas, dilihat dari sudut mana pun kansnya benar-benar kecil.
“Kok?”
“Alvin, lo pikir gue dukun? Gue mak comblang profesional. Nggak pake jampi-jampi. Gue juga nggak mungkin pilih-pilih. Bisa ancur reputasi gue.”
Di sudut sana Shilla tampak ikut asyik memerhatikan Rio sambil tersenyum-senyum sendiri. Dia juga sama sekali nggak menyangka, ternyata di balik kacamata dan sikap canggungnya Rio keren banget. Apalagi kalau ingat ternyata dia main sepak bola, hobi offroad. Wah.
Ify berjalan ke arah Gabriel. Ditariknya tangan Gabriel yang sedang asyik menggoda cewek-cewek yang mengerumuni Rio.
“Eh, eh, Ify! Gue mau dibawa kemana? Aduh... aduh...”
“Yo, gue pinjem pengawal lo bentar, ya?” kata Ify pada Rio sambil terus menyeret Gabriel yang ribut beraduh-aduh.
Ify mendudukkan Gabriel dengan paksa di kursi taman.
“Kenapa sih, Fy? Lo udah mulai nyadar kalo diri lo ternyata cute, ya? Trus lo mau nyatain sama gue?”
BLETAK! Kepala Gabriel kena timpuk koin gopean.
Gabriel mengusap-usap kepalanya. “Sadis lo. Trus napa dong?”
“Iyel. Jelasin ke gue... kenapa tiba-tiba si Rio kutu buku itu, yang cuma ikut kompetisi matematika tiba-tiba jadi kapten sepak bola?” cerocos Ify.
“Kan tangan gue patah.” Gabriel menunjuk tangannya yang di-gips.
“Iya, gue tau. Pemain tim lo kan ada sebelas oarng, belum termasuk cadangan. Ya, kan? Ya, kan? Trus kenapa Rio? Gue jadi repot, tau!” protes Ify.
“Lho? Kenapa lo yang repot?”
“Iyel, lo liat dong! Semua cewek pada heboh ngejer-ngejer si Superman itu, trus nih, lo liat!” Ify melempar amplop-amplop orderannya ke pangkuan Gabriel.
Cowok itu ngakak membaca isi amplop tersebut. “Bagus dong, Fy... lo kan jadi untung gede!”
“Hah? Gila ya? Masa gue mau nyomblangin lima cewek ke satu cowok?”
“Ya, kalo Rio-nya mau. Lagian itu kan resiko lo sebagai mak comblang kenamaan sekolah ini,” jawab Gabriel cuek.
“Ihhhhh... lo emang ngeselin ya?” Ify memukul tangan Gabriel yang ber-gips.
“AUUUUWWWWWWW... jangan marah ke gue dong.”
“Lagian, jadi kapten patah tangan pas mau tanding! Nggak penting tau!”
Gabriel cengengesan. “Namanya juga kecelakaan.”
“Ayo balik ke kelas. Ntar gue disangka beneran suka sama lo. Bisa turun pasaran.”
“Yeeee... Ify.”
Mereka berjalan kembali ke kelas. Ify geleng-geleng melihat cewek-cewek itu masih mengerumuni meja Rio. Padahal sebentar lagi bel masuk bakal berbunyi. Rio masih tersenyum canggung dan terlihat makin panik waktu Agni dengan centilnya merapatkan tubuh ke bahu Rio yang ternyata bidang.
“Yo... lain kali ajarin gue main bola ya?”
IHHHHHHHH.....
“Vin, Vin...” terdengar suara berbisik memanggil Alvin.
Ternyata Shilla. Dia melempar kertas kecil ke arah Alvin.
“Apaan tuh, Vin?” tanya Ify.
“Tau nih, si Shilla minta tukeran tempat duduk sama gue. Buat hari ini aja katanya. Tumben.” Alvin mengangguk ke arah Shilla, yang langsung disambut acungan jempol cewek itu.
“Ada apaan sih, tumben minta tuker-tuker tempat duduk?” tanya Alvin sebelum pindah ke bangku Shilla.
“Mana gue tau. Nggak biasanya dia mau curhat di kelas.”
Alvin mengangkut tasnya. “Gue pindah dulu yeeee... dadaaaah, landak.”
Tak lama kemudian Shilla datang dan duduk di sebelah Ify.
“Kenapa, Shill? Kangen banget sama gue? Hehe...”
“Ntar deh. Gue siapin mental dulu,” katanya serius.
“Hehehe... kenapa sih? Lo naksir gue?” tanya Ify jail.
“Ihhhhhhh...” Shilla menjerit jijik sambil memilin-milin rambut panjangnya dengan gusar.
“Kenapa sih? Woi!” seru Ify heran. Ia menjentikkan jari di depan mata Shilla. “Helloooooooouuuuwwww...???”
“Sini deh.” Shilla merangkup di depan telinga Ify dan siap membisikkan sesuatu.
“Gue perlu bantuan lo,” bisiknya superpelan.
“Bantuan apa? PR fisika? Matematika?” dengan cuek Ify berbicara lantang. Shilla buru-buru membungkam mulutnya.
“Jangan pake kenceng donggg... rahasia nih.”
“Iya... iya, apaan?”
“Gue minta bantuan lo... Miss Cupid,” kata Shilla ragu.
Ify tersedak permen karet yang dari tadi dikunyahnya. “Apa?”
“SSSSSSSTTT...”
“Ulang, ulang. Lo perlu bantuan gue? Sejak kapan? Lo kan nggak pernah perlu bantuan profesional kayak gue? Hehehehe...”
“Serius deh,” tukas Shilla sebal.
“Oke, oke. Tapi emang bener, kan? Lo kan nggak susah ngedapetin cowok-cowok yang lo mau.”
Shilla memutar-mutar pensil di tangannya. Iya sih... tapi kali ini...
“Siapa sih? Kok sampe seorang Shilla minta tolong ke gue?” Ify jadi penasaran juga.
“Tapi lo janji dulu mau bantu.”
“Liat-liat targetnya dulu.”
“Ah... nggak mau. Kalo lo janji, baru gue kasih tau,” paksa Shilla.
Ify terdiam. Kapan lagi Shilla minta dijodohin? Lagian gampang kali jodohin Shilla. Dia kan idola cowok-cowok. Hehehe... kerja gampang, hasil cepat.
“Ongkosnya?” tanya Ify jail.
“Apa aja yang lo mau, Fy,” jawab Shilla serius.
“Oki doki. Gue mau sepatu transparan yang gue liat di Plaza Senayan,” tembaknya asal. Sepatu itu kan mahal banget.
“Deal!” sambut Shilla antusias. Ify sampai melongo.
“Serius lo, Shill?” ucapnya tak percaya.
Shilla mengangguk cepat. “Serius.”
“Ya udah. Tell me the name,” sambar Ify langsung, nggak mau rugi. Sepatu impiannya. Kapan lagi? Orderan lagi sepi, apalagi gara-gara Rio dia nggak bisa terima orderan cewek-cewek. Mana semuanya ngorder Rio.
Tiba-tiba bel masuk berbunyi. Semua cewek yang mengerubungi Rio langsung bubar. Kelas langsung tertib ketika guru pelajaran pertama datang. Obrolan Ify dan Shilla pun terputus.
***
Di tengah pelajaran Ify menyikut Shilla. “Ssst, Shill.”
“Hmm?”
“Lo belum nyebutin nama cowok itu. I’m dying to know, gila,” bisiknya.
Shilla nyengir. Dia menulis sesuatu di secarik kertas dan menyodorkannya pada Ify.
Seketika mata Ify melotot. Lagi. “HAH?”
“Kenapa, Fy? Ketelen, Fy, permen karetnya?” tanya Shilla panik.
“RIO?” jeritnya tertahan. Oh, no...
“Ify, kok gitu sih? Wajar, kan? Dia emang keren kok. Liat aja fans-nya...” Shilla jadi panik melihat reaksi Ify.
Ify manggut-manggut. Tapi, aduuuuuuhhhh... gimana dong?
“Shill, lo liat nih.” Lagi-lagi Ify menyodorkan surat-surat orderan yang dia dapat.
Ekspresi Shilla berubah kaget begitu melihat kertas-kertas itu. Ternyata dia kalah cepat.
“Lo udah terima job dari mereka?”
Ify menggeleng.
“Jadi?”
“Gue tolak semua. Lo nggak liat tuh makhluk-makhluk yang ngerubungin? Lagian gue nggak bisa milih. Aduuuuhhh... lo orang ketiga yang gue jelasin soal etika bisnis mak comblang gue.” Ify jadi pusing.
“Hah? Lo belum terima job mereka?” Shilla tiba-tiba girang.
Ify menggeleng lagi.
“Berarti lo bisa dooooooongg ngambil job dari gue? Pleaseeeee... gue kan sobat lo. Lagian gue kan jarang minta tolong lo, Fy. Ya, Fy? Fy... gue nggak bakal marah kalo gagal. Kalo nggak jadian, paling nggak gue deket deeeeehh...” paksa Shilla.
Ify terdiam lagi. Bener juga sih. Apalagi Shilla kan tipe yang gampang dapet cowok. Salah satu the most wanted girl di sekolah. Kansnya imbang dong sama yang lain-lain itu. yah, kayaknya nggak apa-apa juga bantuin Shilla. Demi persahabatan.
Tapi tiba-tiba Ify ingat Alvin. Perutnya mendadak mulas. Kacau! Kacau! Ify harus bilang apa kalau sampai Alvin tahu Shilla naksir Rio? Malah sampai minta bantuan profesional Ify.
“Ya, Fy?” desak Shilla lagi.
Ify melongo sebentar saking bingungnya. “Lo kebangetan, Shill. Bikin gue di posisi sulit gini.”
“Ya ampun, Fy, masa segitunya sih?” Shilla yang nggak tahu apa yang Ify hadapi merengek dengan tampang memelas. “Abis gue minta tolong sama siapa lagi dong kalo bukan sama lo, Fy?”
Ify tertunduk lemas. “Iya iya, tapi jangan bawel ya?”
“Bener nih...???”
“Iya. Tapi bakal makan waktu. Gue bener-bener blank sama makhluk satu ini. Lagian lo kenapa nggak mau sendiri sih?”
“Nggak ah... tengsin. Abis dia lempeng banget sama cewek.”
“Apes banget gue... kerja berrraaaaaattttt.”
PLETAK.
Kapur melayang dari arah depan, tepat mengenai jidat Ify.
***
Source: MISS CUPID, Mia Arsjad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar